Jumat, 07 Mei 2010

Psikologi Dakwah (resume)


BAB I

PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP PSIKOLOGI DAKWAH

A. PENGERTIAN PSIKOLOGI DAKWAH

Ada dua rujukan untuk mengetahui pengertian Psikologi dakwah, yaitu Psikologi dan ilmu dakwah. Pengetahuan tentang ilmu jiwa atau psikologi diperlukan karena psikologi dakwah memang merupakan bagian dari ilmu dakwah yang sangat relevan. Psikologi dakwah menjadi suatu ilmu bantu bagi kegiatan dakwah.

A.1. Psikologi

Psikologi sering disebut sebagai ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia yang merupakan gejala dari jiwanya. Sedangkan secara pengertian yang serius adalah psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku lahiriah manusia dengan menggunakan metode observasi secara objektif.

A.2. Dakwah

Dalam bahasa Arab, dak’wat atau da’watun biasa digunakan untuk arti-arti: undangan, ajakan, dan seruan yang semuanya menunjukan adanya komunikasi antara dua pihak dan upaya mempengarui pihak lain. Ukuran keberhasilannya adalah manakala pihak kedua yakni yang diundang/ajak memberikan respon positif, yaitu mau datang atau memenuhi undangan/ajakan itu sendiri.

Maka dapat dirumuskan bahwa dakwah adalah usaha mempengaruhi orang lain agar mereka bersikap dan bertingkah laku seperti apa yang dibahakan oleh da’i. Setiap da’I dari agama apa pun pasti berusaha mempengaruhi orang lain agar mereka bersikap dan bertingkah laku sesuai dengan agama mereka. Dengan demikian pengertian dakwah islam adalah upaya mempengaruhi orang lain agar mereka bersikap dan bertingkah laku islami (memeluk agama islam).

B.1. Hubungan dengan Ilmu Komunikasi

Jelas bahwa kegiatan dak’wah adalah kegiatan komunikasi, dengan demikian secara teknis, dak’wah adalah komunikasi antara da’I dan mad’u, dan setiap orang yang terlibat dalam kegiatan dakwah adalah juga komunikasi. Semua hokum yang yang berlaku dalam sistem komunikasi berlaku juga pada dak’wah, hambatan komunikasi adalah hambatan dak’wah juga.

Perbedaan dakwah dengan komunikasi terletak pada muatan pesannya, pada komunikasi sifatnya netral, sedangkan pada dakwah agama terkandung nilai keteladanan. Da’i juga bukan hanya seorang komunikator, tetapi juga motivator dan contoh sehingga ia dituntut untuk singkron antara apa yang disampaikan di atas mimbar dengan apa yang dilakukannya dalam kehidupan kesehariannay.

B.2. Hubungannya dengan Sosiologi

Kegiatan dakwah merupakan peristiwa komunikasi yang juga melahirkan interaksi sosial antara da’I dan mad’u. Untuk memahami fenomena pada masyarakat yang menjadi obyek dakwah dimana intraksi sosial terjadi, sosiologi pastilah dibutuhkan. Dengan bantuan sosiologi, seorang da’I dapat menganalisa struktur social yang mempengaruhi tingkah laku mad’u, sehingga ia dapat menentukan pendekatan apa yang dilakukan dalam dakwahnya.

B.3. Hubungan dengan Psikologi Sosial

Psikologi Sosial merupakan bagian dari Psikologi. Psikologi mempelajari tingkah laku manusia, sedangkan Psikologi Sosial memusatkanperhatiannya pada gejala sosial, atau tingkah laku manusia dalam lingkungan sosio- kulturnya. Oleh karena itu, pengetahuan psikologi social bagi seorang da’i cukup penting karena ia dapat membantu da’i dalam membedah gejala social masyarakat yang didakwahi. Dari sudut ini maka dakwah adalah peristiwa sosial.

B.4. Hubungannya dengan Psikologi Agama

Lapangan penelitian Psikologi Agama adalah kesadaran beragama. Jika psikologi Dak’wah berusaha menguak apa yang melatarbelakangi tingkah laku manusia yang terkait dengan dakwah, maka psikologi agama mencari tahu seberapa besar keyakinan agama seseorang yang mempengaruhi tingkah lakunya. Tidak mustahil bahwa keanehan tingkah laku itu ternyata bermuara pada suatu keyakinan yang dianutnya.

C. Ruang Lingkup Psikologi Dakwah

Proses penerimaan dan penyampaian pesan dakwah itu dilihat dari sudut psikologi tidaklah sederhana penyampaian pidato oleh da’I dan didengar oleh hadirin, tetapi mempunyai makna yang luas, meliputi penyampaian energi dalam system syaraf, gelombang suara dan tanda-tanda. Ketika proses suatu dakwah berlangsung, terjadilah penyampaian energi dari alat-alat indera ke otak, baik pada peristiwa penerimaan pesan dan pengolahan informasi, maupun pada proses saling mempengaruhi antara berbagai system dari kedua belah pihak, da’i dan maud’u.

C.1. Pusat Perhatian Psikologi Dakwah

Pusat perhatian psikologi terhadap proses dakwah ssekurang-kurangnya ada empat hal:

1. Analisa terhadap seluruh komponen yang terlibat dalam proses dakwah kepada da’i, dan melacak kepada sifat-sifatnya juga mempertanyakan.

2. Bagaimana pesan dakwah menjadi seti mulus yang menimbulkan respon

3. Bagaimana proses penerimaan pesan dakwah oleh mad’u, factor-faktor apa yang mempengaruhinya

4. Bagaimana dakwah dapat dilakukan secara persuasif, yaitu proses mempengaruhi dan mengendalikan prilaku mad’u dengan pendekatan psikologis.

C.2. Pendekatan Psikologi Dakwah

Komunikasi menarik banyak disiplin ilmu, dengan pendekatan yang berbeda-beda. Sosiologi misalnya, mempelajari komunikasi dalam konteks interaksi sosial untuk mencapai tujuan kelompok. Dalam pandangan sosiologi, komunikasi adalah proses mengubah kelompok manusia menjadi kelompok yang bepungsi. Jadi, secara sosiologis, dakwah adalah proses perubahan sosial.

C.3. Kegunaan Psikologi Dakwah

Seorang da’i manakala ingin agar pesan dakwahnya dipahami maka dakwahnya itu harus disampaikan dengan pendekatan psikologis, yakni sesuai dengan tingkatan dan kebutuhan jiwa mad’u. Dakwah seperti itulah yang disebut dakwah persuasif. Sesuai dengan ungkapan Nabi yang artinya: Berbicaralah kepada orang sesuai dengan kadar akal mereka.

Kadar akal dapat dipahami sebagai tingkatan intelektual, bias juga dipahami sebagai cara berpikir, cara merasa dan kecendrungan kejiwaan yang lainnya.

C.4. Ciri-ciri Dakwah yang Efektif

Dengan meninjau teori komunikasi, suatu dakwah dinilai efektif manakala menimbulkan lima tanda:

1. Melahirkan pengertian

2. Menimbulkan pengaruh pada sikap mad’u

3. Menimbulkan kesenangan

4. Menimbulkan hubungan yang makin baik

5. Menimbulkan tindakan

Dengan demikian maka jika seorang da’i berdakwah setiap hari, tetapi masyarakat tidak faham, malah mereka jengkel kepadanya, mereka tidak membantu program-programnya, jurang pemisah kepada mereka semakin lebar, itu semua merupakan indikasi bahwa dakwah dari da’i tersebut tidak efektif.

C.5. Manfaat Psikologi Dakwah

Keberhasilan dakwah bukan hanya disebabkan oleh kehebatan da’i menyampaikan pesan-pesan dakwahnya, tetapi lebih ditentukan oleh bagaimana masyarakat menafsirkan pesan dakwah yang mereka terima. Akan tetapi melalui komunikasi dakwah yang terus-menerus.

D. Disekitar Problematika Psikologi Islam

Kesepakatan tentang penyebutan nama apakah menggunakan nama psikologi Islam. Hal ini mengisyaratkan bahwa berbeda dengan disiplin ilmu sejarah Islam, filsafat Islam atau hukum Islam, ilmu psikologi Islam sebagaimana juga sosiologi Islam masih dalam proses pembangunan, dan belum mewujud sebagai saint. Kebaruan ini bukan berarti topic tentang nafs atau jiwa, belum dujamin oleh dunia Islam, melainkan karena sejarah keilmuan Islam, melainka karena sejarah keilmuan yang berbeda. Psikologi, meski secara lughawi adalah jiwa / roh, dan logos ilmu, semestinya adalah ilmu yang berbicara tentang jiwa sehingga dalam bahasa Indonesia juga disebut ilmu jiwa. Tapi, psikologi tidak membicarakan jiwa yang dibicarakan oleh psikologi adalah perbuatan atau tingkah laku manusia sebagai gejala dari jiwanya.

D.1. Psikologi Islam Mutakhir

Gerakan psikologi islam muncul karena didorong oleh adanya tuntutan real untuk mengatasi krisis yang dihadapi umat manusia. Harus diakui bahwa terlepas dari pro kontra psikologi modern sebagai ilmu sekuler. Psikologi dlihat sebagai upaya manusia untuk membuka rahasia sunatullah yang berkerja pada diri manusia.Maka dapat dirumuskan bahwa problema psikologi islam itu adalah pada:

1. Bagaimana psikologi mencoba menerangkan berbagai problema yang dihadapi oleh kaum muslimun dalam kehidupan seharinya.

2. Bagaimana melakukan telaah kritis terhadap konsep-konsep dan teori psikologi yang dipandang menyimpang dari pandangan islam.

3. Bagaimana menawarkan konsep alternatip tentang psikologi, yakni yang membangun konsep islam tentang psikologi.

D.2. Pengertian, Ruang Lingkup dan Tugas Psikologi Islam

Dalam merumuskan psikolgi islam terdapat kesulitan yang disebabkan oleh luasnya ruang lingkup atau oleh perbedaan kerangka pikir. Namun salah satu dari sekian banyak pengertian psikologi islam ialah: Psikologi islam ialah corak psikologi beradasarkan citra manusia menurut ajaran islam, yang mempunyai keunikan dan pola prilaku manusia sebagai ungkapan pengalaman interaksi dengan diri sendiri, lingkungan sekitar dan alam keruhanian, dengan tujuan meningkatkan kesehatan mental dan kualitas keberagaman.

D.3. . Urgensi Pengembangan Konseling Agama

Modernisasi dan globalisasi di satu sisi membawa banyak manfaat bagi kehidupan manusia, tetapi di sisi lain, bagi ma­syarakat yang secara psikologis belum siap menghadapi perubahan, modernisasi dapat menciptakan kesulitan psi­kologis, sehingga muncul istilah dari seorang Psikolog Hu-manis terkenal, Rollo Mai, yang menyebut Kerangkeng Manusia Modern, yakni manusia atau masyarakat yang jus­tru terperangkap dalam jebakan limbah modernisasi tanpa memperoleh substansinya. Manusia "modern" dalam ke­rangkeng itu sebenarnya adalah manusia yang sudah kehi-langan makna, manusia kosong, The Hollow Man. Ia resah setiap kali harus mengambil keputusan, ia tidak tahu apa yang diinginkan, dan tidak mampu memilih jalan hidup yang diinginkan. Para sosiolog menyebutnya sebagai gejala keter-asingan, alienasi, yang disebabkan oleh:

a. perubahan sosial yang berlangsung sangat cepat,

b. hubungan hangat antar manusia sudah berubah menja di hubungan yang gersang,

c. lembaga tradisionil sudah berubah menjadi lembaga ra­tional,

d. masyarakat yang homogen sudah berubah menjadi he-terogen, dan

e. stabilitas sosial berubah menjadi mobilitas sosial.

BAB 2

KARAKTERISTIK PSIKOLOGI MANUSIA: DA'I DAN MAD'U

Seorang da'i suatu ketika pasti berhadapan dengan karak-teristik manusia yang berbeda-beda dan dalam situasi yang berbeda-beda pula. Tingkah laku manusia dipengaruhi oleh faktor-faktor^>en-o«d'/maupun situasional, faktor internal'mau-pun faktor sosiokultural. Oleh karena itu, pengetahuan ten­tang karakteristik manusia sangat membantu tugas-tugas seorang da'i. Jika fokus psikologi dakwah adalah manusia yang terlibat dalam komunikasi dakwah maka dalam hal ini yang harus diketahui adalah karakteristik manusia sebagai komunikan, yakni faktor-faktor apa yang mempengaruhi tingkah laku mereka dalam berkomunikasi.

A. Konsepsi Psikologi Tentang Manusia

Pertanyaan tentang apa hakikat manusia sebenarnya meru-pakan pertanyaan kuno. Sepanjang sejarah manusia, perta­nyaan tentang hakikat manusia selalu muncul, dan jawaban yang dibicarakan oleh tcori-tcori hanya dapat memuaskan se-bagian manusia pada zamannya. Pada generasi berikutnya akan muncul teori baru yang mengkritik teori terdahulu dan memberikan teori yang dianggapnya lebih benar. Begitulah seterusnya hingga sekarang, teori tentang manusia tetap me-narik untuk dibicarakan baik dalam konteks keilmuan mur-ni maupun dalam konteks operational. Manusia memiliki kepribadian yang unik, ia adalah makhluk sosial

A.I. Teori Psikoanalisa

Menurut teori psikoanalisa, perilaku manu­sia merupakan hasil interaksi dari tiga subsistem dalam ke­pribadian manusia, yaitu Id, Ego dan Superego. Manusia dalam teori psikoanalisa disebut sebagai Homo Volens, artinya Manu­sia Berkeinginan, yakni makhluk yang perilakunya digerak-kan oleh keinginan-keinginan yang terpendam.

A.2. Teori Behaviourisme

Manusia, oleh teori behaviourisme disebut sebagai Homo Mechanicus, artinya manusia mesin. Mesin adalah suatu ben-da yang bekerja tanpa ada motif dibelakangnya. Mesin ber-jalan tidak karena adanya dorongan alam bawah sadar tertentu, ia berjalan semata-mata karena lingkungan sistemnya. Dalam teori ini manusia dipandang sangat rapuh tak berdaya menghadapi lingkungan. Ia dibentuk begitu saja oleh lingkungan tanpa mampu melakukan perlawanan. Aristote-les, yang dianggap sebagai cikal bakal teori behaviourisme mem-perkenalkan teori tabula rasa, yakni bahwa manusia itu tak ubahnya meja lilin yang siap dilukis dengan tulisan apa saja.

A.3. Teori Psikologi Kognitif

Pusat perhatian teori kognitifadzhh. pada bagai mana manu­sia memberi makna kepada stimuli. Orang yang selalu di takut-takuti, misalnya tidak mesti menjadi penakut seperti yang dikatakan dalam teori behaviourisme tetapi boleh jadi ia akan berpikir bahwa sesuatu yang menakutkan itu harus dilawan. Ia pun mungkin berpikir bahwa ia ingin membalik keadaan yaitu justru ingin membuat takut kepada orang yang suka menakut-nakuti.

A.4. Teori Psikologi Humanistik

Jika teoripsikoanalisa dan behaviourisme kurang menghargai manusia, karena dalam psikoanalism, manusia dipandang hanya melayani keinginan bawah sadarnya, behaviourisme memandang manusia sebagai makhluk yang takluk kepada lingkungan, maka psikologi bumanistik memandang manusia sebagai eksistensi yang positif dan menentukan. Manusia dipandang sebagai makhluk yang unik yang memiliki cinta, kreativitas, nilai dan makna serta pertumbuhan pribadi. Pu­sat perhatian teori humanism adalah pada makna kehidup.

A.5. Kritik Terhadap Teori Psikologi Barat

Kritik yang cukup mendasar misalnya ditujukan terhadap teori Psikoanalisa dan Behaviourisme. Kedua teori tersebut tidak menghargai manusia sebagai manusia, tetapi sebagai makhluk yang dikendalikan oleh kekuatan luar. Teori Psikoanalisa meng-anggap manusia tidak memiliki kebebasan, karena dikenda­likan oleh keinginan dan dorongan-dorongan bawah sadar­nya. Seluruh tingkah laku manusia hanya berpusat pada mo­tif Eros dan Thanatos, motif kehidupan dan motif kematian. Jiwa manusia sebagai eksistensi manusia yang terhormat dan mulia justru tidak ada dalam konsep Freud. Behaviourisme juga tidak menghargai manusia sebagai makhluk yang terhormat dan mulia, karena menurut teori itu manusia dipandang sebagai makhluk yang lemah dalam menghadapi lingkungan. Semua aliran psikologi Barat memusatkan perhatiannya pada tingkah laku lahir manusia sebagai gejala jiwanya, se-dangkan jiwa yang justru menjadi judul dari ilmu tersebut yaitu ilmu jiwa atau Him an-nafs tidak dipelajari. Unsur ro-haniah manusia dalam kaitannya dengan kesehatan mental juga tidak diperhatikan dalam teori-teori tersebut.

B. Psikologi Manusia Menurut al-Qur'an

Dalam al-Qur'an (dan juga dalam al-Hadis) banyak disebut tentang manusia menyangkut statusnya, hak dan kewajibannya serta sifat dan kecenderungannya. Dalam konteks Psikologi Dakwah, pembahasan yang relevan adalah sisi dalam yang ada pada manusia yang mempengaruhi perilaku, baik akal, hati maupun tabiat-tabiat dasar manusia lainnya. Ada dua status yang disandang manusia seperti yang di-sebut dalam al-Qur'an, menggambarkan kebesaran sekali-gus kelemahan manusia, yaitu status sebagai khalifah Allah.

øŒÎ)ur tA$s% š/u Ïps3Í´¯»n=yJù=Ï9 ÎoTÎ) ×@Ïã%y` Îû ÇÚöF{$# ZpxÿÎ=yz ( (#þqä9$s% ã@yèøgrBr& $pkŽÏù `tB ßÅ¡øÿム$pkŽÏù à7Ïÿó¡our uä!$tBÏe$!$# ß`øtwUur ßxÎm7|¡çR x8ÏôJpt¿2 â¨Ïds)çRur y7s9 ( tA$s% þÎoTÎ) ãNn=ôãr& $tB Ÿw tbqßJn=÷ès? ÇÌÉÈ

ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."(al-Baqarah:30).

B.I. Tentang Nafs

Ada yang menterjemahkan psikologi ke dalam Bahasa Arab dengan Him an-nafs (ilmu jiwa), tetapi kalimat nafs tidak mesti berarti jiwa. Dalam bahasa Indonesia, nafs diartikan sebagai dorongan hati yang kuat untuk berbuat kurang baik. Dalam terminologi tasauf, nafs juga diartikan sebagai sesuatu yang melahirkan sifat tercela dan perilaku buruk.

B.2. Tentang Qalb

Dalam perspektif psikologi, qalbu atau kalbu atau hati adalah bagaikan kamar kecil yang berada di dalam ruang nafs yang luas. Berbeda dengan nafs yang hanya menampung hal-hal yang sudah tidak disadari, maka memori qalb atau hati menampung hal-hal yang sepenuhnya disadari. Oleh karena itu, apa yang harus dipertanggungjawabkan oleh ma­nusia kepada Tuhannya adalah dalam hal perbuatan yang disadari oleh hati. Qalbu berhubungan erat dengan aktivitas ber-pikir yang dilakukan oleh akal, sementara nafs lebih berhu­bungan dengan perasaan.

B.3. Tentang Nurani

Dalam al-Qur'an, nurani atau kata hati disebut dengan bashirah yang dapat diterjemahkan dengan pandangan mata hati (QS. 75: 15) sebagai lawan dari pandangan mata. Jika qalbu yang memiliki karakter tidak konsisten itu masih da­pat mcnipu diri dan pura-pura tidak tahu, maka nurani tetap konsisten jujur dan peka.

B.4. Akal

Akal yang berasal dari bahasa Arab aqala artinya adalah mengikat atau menahan, tetapi secara umum akal itu dipa-hami sebagai potensi yang disiapkan untuk menerima ilmu pengetahuan {al-quwwah al-muhayyi'ah liqobul al-'ilmu). Dalam psikologi modern, akal dipahami sebagai kecakapan memecahkan masalah.

B .5. Motivasi Perilaku

Teori psikoanalisa Freud menyebutkan bahwa manusia memiliki Id yang menjadi pusat lahirnya dorongan dari nafsu atau libido, yang menjadi motif dari tingkah laku manusia. Nampaknya al-Qur'an juga membahas semacam motif perilaku, yaitu apa yang disebut dengan syahwat. Tetapi berbeda dengan teoripsikoanalisa yang menempatkan manu­sia sebagai makhluk yang "rendah", yang tunduk kepada keinginan bawah sadarnya, atau teori behaviourisme yang.me­nempatkan manusia sebagai makhluk yang sangat rapuh, yang tidak mampu melawan lingkungan, maka al-Qui'an menempatkan manusia sebagai makhluk yang memiliki fitrah, dan manusia tidak bisa tidak tunduk kepada.

B.6. Fitrah

Sejak asal kejadi­annya manusia telah diciptakan membawa fitrah (potensi) keberagamaan yang benar ia tidak bisa menghindar walaupun ia mengabaikan atau tidak mengakuinya. Dalam al-Qur'an, kata fitrah dengan berbagai bentuknya disebut sebanyak duapuluh delapan kali, empat belas di antaranya dalam konteks uraian tentang bumi dan langit, sisanya disebut dalam konteks pembicaraan tentang manu­sia, baik yang berhubungan dengan fitrah penciptaan mau-pun fitrah keberagaman yang dimilikinya. Berbeda dengan teologi Kristen yang menempatkan ma­nusia sebagai makhluk yang fitrahnya rendah sebagai makh­luk yang berdosa (dosa asal), menurut al-Qur'an manusia itu mempunyai potensi positif lebih besar dibanding po­tensi negatif.

B.7. Syahwat

z`Îiƒã Ĩ$¨Z=Ï9 =ãm ÏNºuqyg¤±9$# šÆÏB Ïä!$|¡ÏiY9$# tûüÏZt6ø9$#ur ÎŽÏÜ»oYs)ø9$#ur ÍotsÜZs)ßJø9$# šÆÏB É=yd©%!$# ÏpžÒÏÿø9$#ur È@øyø9$#ur ÏptB§q|¡ßJø9$# ÉO»yè÷RF{$#ur Ï^öysø9$#ur 3 šÏ9ºsŒ ßì»tFtB Ío4quysø9$# $u÷R9$# ( ª!$#ur ¼çnyYÏã ÚÆó¡ãm É>$t«yJø9$# ÇÊÍÈ

dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, Yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak[186] dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)(Ali-Imran:14).

Ayat tersebut di atas menyebut syahwat sebagai potensi keinginan manusia, yakni pada dasarnya manusia menyukai terhadap wanita (seksual), anak-anak (kebanggaan), harta kekayaan atau benda berharga (kebanggaan, kenyamanan, ke­senangan), binatang ternak (kesenangan, kemanfaatan) dan sawah ladang (kesenangan, kemanfaatan) jadi kecenderungan manusia terhadap scksual, harta benda dan kenyamanan dalam pandangan al-Qur'an adalah manusiawi.

BAB 3

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU MANUSIA

Definisi manusia yang cukup populer menyebutkan bah-wa manusia adalah hewan yang berpikir (al-insan hayawan al-nathiq). Jika manusia menggunakan pikiran, akal dan hatinya, maka ia adalah makhluk yang istimewa di muka bumi ini, karena ia memiliki pertimbangan-pertimbangan sebelum melakukan sesuatu. Namun, jika manusia tidak lagi memfungsikan akal pikiran dan hati nuraninya, maka yang tinggal adalah sifat kehewanannya. Kadar kehewanan seseorang berbeda-beda, seperti berbedanya kadar akal dan hatinya. Akan tetapi, betapa pun demikian manusia masih me­miliki ciri-ciri umum pada perilakunya, sesuatu yang membedakannya dengan hewan.

A. Ciri-ciri Perilaku Manusia

Ciri-ciri perilaku manusia yang membedakannya dari makhluk lainnya ialah:

1. Manusia memiliki kepekaan sosial;

2. Tingkah lakunya berkesinambungan;

3. Memiliki orientasi kepada tugas;

4. Mempunyai sifat kejuangan, dan

5. Memiliki keunikan.

B.I. Faktor-faktof Personal (Biologis)

Pendapat bahwa motif biologis sangat dominan dalam mempengaruhi tingkah laku manusia terutama yang dianut oleh teori psikoanalisanya Freud. Teori ini betapa pun dapat membantu seorang da'i memprediksi tingkah laku mad'u karena pada dasarnya manusia memang makhluk biologis yang mempunyai syahwat atau keinginan.

Motif biologis yang mempengaruhi perilaku manusia dapat dibagi men­jadi dua, yaitu:

a. Kebutuhan makan, minum dan istirahat

b. b. Kebutuhan Seksual

B.2. Faktor Sosiopsikologis

Faktor sosiopsikologis adalah faktor karakteristik yang disebabkan oleh proses sosial yang dialami oleh setiap orang, dan karakteristik ini mempengaruhi tingkah lakunya. Banyak teori tentang hal ini, Faktor-faktor tersebut ada yang bersifat efektif, kognitif dan juga konatif (kebiasaan), antara lain:

a. Motif Ingin Tahu

b. Motif Kompetensi

c. Motif Cinta

d. Motif Harga Diri

e. Kebutuhan akan Nilai dan Makna Hidup

f. Kebutuhan akan Pemenuban Diri

g. Sikap

h. Emosi

i. Kepercayaan

j. Kebiasaan

k. Kemauan

B.3. Faktor Situasional

Menurut teori psikologi, faktor situasional yang mempengaruhi tingkah laku manusia dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu:

1. aspek-aspek obyektif dari lingkungan itu sendiri dan

2. lingkungan psikososial di mana seseorang hidup.

B.3.a. Aspek-aspek Obyektif dari Lingkungan

Dalam Psikologi Sosial ada analisis yang mengisyaratkan adanya dua kecenderungan tentang perilaku manusia, pertama yang lebih menekankan pada faktor-faktor psikologis, dan yang kedua lebih menekankan pada faktor-faktor sosial. Kecenderungan pertama memandang bahwa perilaku manusia lebih dipengaruhi oleh faktor psikologisnya (individualnya), sedang yang kedua memandang bahwa faktor sosialah yang lebih dominan dalam mempengaruhi perilaku manusia.

Secara lebih terperinci, aspek lingkungan yang mempeng­aruhi tingkah laku manusia dapat dibagi menjadi 7 bagian, yaitu:

1. Aspek Ekologis

2. Aspek Arsitektur

3. Aspek Waktu

4. Aspek Setting (Suasana) Perilaku

5. Aspek Teknologi

6. Aspek Sosial

B.3.b. Lingkungan Psikososial

Perilaku orang yang berada dalam lingkungan organisasi birokrat pasti berbeda dengan perilaku anggota LSM misal­nya, karena keduanya berbeda lingkungan psikososialnya. Di lingkungan birokrat, loyalitas kepada atasan atau korps sangat dominan, mengalahkan "idealisme", sementara di lingkungan organisasi Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) justru "idealisme" yang menjadi acuan pertama.

C. Faktor Kerohanian

Dalam hal kebutuhan rohaniah, tiap orang berbeda-beda tingkat kebutuhannya, sesuai dengan keluasan dan kesempitan dunianya, karena kebutuhan rohaniah seseorang se­benarnya dipengaruhi oleh tiga hal, yaitu (a) pendidikannya, (b) pengalamannya, dan (c) suasana yang melingkunginya. Semakin tinggi pendidikan seseorang dan semakin luas pengalamannya, maka semakin banyak dan tinggi tingkat ke­butuhan ruhaniahnya.

Secara lebih terperinci, kebutuhan rohaniah meliputi:

1. Kebutuhan Rasa Kasih Sayang

2. Kebutuhan Rasa Aman

3. Kebutuhan Akan Harga Diri

4. Kebutuhan Akan Rasa Bebas

5. Kebutuhan Akan Rasa Sukses

6. Kebutuhan Akan Rasa Mengenal

D. Faktor Agama

Psikologi agama memusatkan perhatiannya pada seberapa besar agama mempengaruhi perilaku manusia. Pandangan ini dianut oleh banyak ahli bahkan juga oleh penentu kebijakan pembangunan nasional di Indonesia. Keberhasil­an kampanye kependudukan di Indonesia padahal di Negara-negara Islam lainnya gagal antara lain karena melibatkan para ulama, baik dalam merumuskan program maupun dalam kampanyenya. Keyakinan agama mempengaru­hi perilaku manusia, bukan hanya secara individual, tetapi juga sosial.

D.I. Kebutuhan Manusia Terhadap Agama

Dalam tingkatan tertentu, secara empirik dan sosial, aga­ma merupakan kebutuhan, baik bagi individu maupun komunitas, tetapi tidak selamanya agama itu menjadi faktor dominan dalam menggerakkan tingkah laku. Kapan agama menjadi kebutuhan, dan kapan agama memberikan motivasi, berhubungan erat dengan kondisi psikologis masing-masing orang yang beragama.

D.2. Keyakinan-keyakinan Agama

a. Keyakinan Kepada Tuhan

b. Keyakinan Kepada Hari Akhir

c. Keyakinan Kepada Takdir

d. Keyakinan Kepada kesakralan

e. Keyakinan Kepada Makhluk Gaib

BAB 4

PROSES PSIKOLOGIS PENYAMPAIAN DAN PENERIMAAN DAKWAH

Menurut ilmu komunikasi, suatu informasi diterima orang melalui tahap-tahap, yaitu: (1) penerimaan stimulus infor­masi, (2) pengolahan informasi, (3) penyimpanan informa­si, dan (4) menghasilkan kembali suatu informasi. Proses bagaimana orang menerima informasi, mengolahnya, me-nyimpan dan menghasilkannya kembali, dalam psikologi komunikasi disebut sebagai Sistem Komunikasi Intra Per­sonal. Proses ini meliputi sensasi, persepsi, memori dan berpikir.

A. Sensasi

Sensasi berasal dari kata "sense", artinya alat penginderaan, yang menghubungkan organisme dengan lingkungan. Dalam psikologi: komunikasi, sensasi adalah proses me­nangkap stimuli (rangsang). Ketika seorang mubaligh tampil ke mimbar, maka stimuli yang ditangkap hadirin mula-mula adalah sosok tubuhnya (oleh indera mata), kemudian setelah berpidato, orang menangkap stimuli suaranya (oleh in­dera pendengaran), dan bagi yang dekat duduknya akan me­nerima stimuli aromanya (oleh indera penciuman) dan bagi yang bersalaman akan menangkap stimuli halus atau dingin atau hangat tangannya (oleh indera peraba). Jadi, apa saja yang menyentuh alat indera disebut stimuli.

B. Persepsi

Persepsi adalah proses memberi makna pada sensasi sehingga manusia memperoleh pengetahuan baru, persepsi mengubah sensasi menjadi informasi.

Faktor yang Mempengaruhi Persepsi

Persepsi kita keliru bisa berbeda-beda karena dipengaruhi oleh berbagai faktor, personal, situasional, fungsional dan struktural. Di antara faktor yang besar pengaruhnya dalam mempersepsi sesuatu adalah perhatian, konsep fung­sional dan konsep struktural.

1. Faktor Perhatian

Perhatian adalah proses mental di mana kesadaran terha-dap suatu stimuli lebih menonjol, dan pada saat yang sama tcrhadap stimuli yang lain melemah.

Faktor Penarik Perhatian dapat dibagi sebagai berikut: 1. Faktor Eksternal

a. Prinsip Gerakan

b. Prinsip Kontras

c. Prinsip Kebaruan

d. Prinsip Perulangan

2. Faktor Internal

a. Faktor Biologis

b. Faktor Sosiopsikologis

2. Faktor Fungsional

Faktor fungsional yang mempengaruhi persepsi antara lain faktor kebutuhan, kesiapan mental, suasana emosional dan latar belakang budaya.

3. Faktor Struktural

Menurut teori Gestalt, bila seseorang mempersepsi sesuatu, maka maka ia mempersepsinya sebagai suatu keseluruhan, bukan bagian-bagian. Ketika melihat wajah cantik seorang wanita, maka yang dipersepsi bukan hanya wajahnya, tetapi keseluruhan tubuh sang gadis itu. Karena wajah hanya merupakan bagian saja dari struktur tubuh.

C. Memori

Salah satu kelebihan manusia adalah kemampuannya menyimpan informasi yang sangat banyak, dalam waktu yang lama dan dapat mengingatnya kembali. Jika komputer dapat menyimpan data yang untuk suatu saat dapat dipanggil kembali, maka kemampuan manusia menyimpan informasi (data) dan bagaimana mudahnya mengingat atau memanggil informasi itu sangat canggih dibanding komputer.

Dalam mengingat kembali atau memanggil informasi dari memori, dapat terjadi dengan beberapa cara, yaitu:

a. Pengingatan

b. Pengenalan

c. Belajar lagi

d. Rekonstruksi kembali

D. Berpikir

berpikir adalah satu kegiatan yang melibatkan penggunaan konsep dan lambang sebagai pengganti obyek dan peristiwa. Berpikir merupakan manipulasi atau organisasi unsur-unsur lingkungan dengan menggunakan lambang-lambang sehingga tidak perlu langsung melakukan kegiatan yang tampak.

Berpikir merupakan proses keempat setelah sensasi, persepsi dan memori, yang mempengaruhi penafsiran terhadap suatu stimuli. Dalam berpikir, orang melibatkan sensasi, persepsi dan memori sekaligus. Dalam kehidupan, berpikir diperlukan untuk (a) memecahkan masalah {problem solving), (b) untuk mengambil keputusan {decision making) atau untuk (c) melahirkan sesuatu yang baru {creativity).

1. Metode Berpikir

Semua orang, baik ia intelektual, seniman, maupun orang awam mengklaim dirinya suka berpikir. Ada orang yang memang selalu berpikir, ada yang hanya kadang-kadang ber­pikir dan ada juga yang berpikir setiap kali merasa perlu saja. Berpikir realistis (nalar -nadzard) biasanya dibedakan pada dua metode yaitu induktif dan deduktif.

Berpikir deduktif artinya mengambil kesimpulan khusus dari pernyataan umum.

Sedangkan berpikir induktif dimulai dari pernyataan khusus untuk kemudian mengambil kesimpulan umum, atau mengambil kesimpulan umum dari pernyataan khusus

Di samping kedua metode tersebut masih ada metode lain, yaitu metode berpikir evaluatif, yaitu: berpikir kritis, memilah-milah masalah, membuat distingsi dan menilai apakah sesuatu itu baik atau tidak, tepat atau tidak tepat.

Meskipun kemampuan berpikir kritis, atau kemampuan menggunakan metode berpikir itu merupakan ciri intelektualitas seseorang, tetapi bukan berarti setiap orang intelek pasti berpikir logis. Dalam kehidupan keseharian, berpikir logis terkadang menimbulkan kesulitan, sebaliknya dalam keadaan tertentu, berpikir tidak logis terkadang lebih praktis dan aman.

2. Berpikir Kreatif

Metode berpikir digunakan dengan maksud agar memperoleh rumusan atau kesimpulan yang benar, atau keputusan yang tepat, pemecahan masalah yang tepat, atau penemuan yang valid. Meski demikian, tidak semua masalah dapat diselesaikan dengan metode berpikir yang konvensionil. Metode tertentu, mungkin cocok untuk masalah tertentu, tidak cocok untuk masalah yang lain.

Proses berpikir kreatif menurut para psikolog, melalui lima tahap:

1. Orientasi, yakni merumuskan dan mengidentifikasi masalah.

2. Preparasi, yakni mengumpulkan sebanyak mungkin informasi yang berhubungan dengan masalah yang di hadapi

3. Inkubasi, yaitu berhenti dulu, tawakkuf dulu, cooling down dulu ketika mengalami kesulitan mencari jalan pe­mecahan.

4. Iluminasi, yaitu mencari ilham

5. Verifikasi, yaitu menguji dan menilai secara kritis pe­mecahan masalah yang dipikirkan.

Timbulnya pemikiran kreatif, di samping didorong oleh kualitas personal yang memang kreatif, juga dipengaruhi oleh situasi kebudayaan yang melingkunginya. Dalam lingkungan kerja otoriter, berpikir kreatif dapat membahayakan diri yang bersangkutan. Ciri-ciri orang kreatif menurut Coleman antara lain:

1. Memiliki kecerdasan di atas rata-rata.

2. Memiliki sifat terbuka

3. Memiliki sikap yang bebas, otonom dan percaya diri.

3. Berpikir dan Bertafakur (Merenung)

Menurut Ishfihani seperti yang telah disebut di depan, pikiran adalah satu potensi yang dapat menghubungkan konsep ilmu dengan obyek, sedangkan merenung adalah pengembaraan potensi itu mengikuti kapasitas akalnya.

Dalam sastra Arab disebutkan bahwa kalimat berpikir (fakara) adalah kalimat terbalik dari (faraka) yang artinya menggosok-gosok. Jadi, berpikr itu bagaikan orang yang menggosok-gosok dan mencari-cari sesuatu agar diketahui hakikatnya.

BAB 5

CITRA DA'I DI MATA MASYARAKAT

Citra adalah kesan kuat yang melekat pada banyak orang tentang seseorang, sekelompok orang atau tentang suatu institusi. Seseorang yang secara konsisten dan dalam waktu yang lama berperilaku baik atau berprestasi menonjol maka akan terbangun kesan pada masyarakatnya bahwa orang tersebut adalah sosok orang baik dan hebat. Sebaliknya jika seseorang dalam kurun waktu yang lama menampilkan perilaku yang tidak konsisten, maka akan tertanam kesan buruk orang tersebut di dalam hati masyarakatnya.

Dilam kehidupan keseharian, dapat dijumpai kenyataan bahwa tidak semua orang baik dipersepsi sebagai orang baik, tidak semua tugas mulia dipersepsi sebagai kemuliaan. Memberi nasihat dipersepsi sebagai sok tahu atau mencampuri urusan orang lain, mengingatkan dipersepsi sebagai penghinaan, dan sebagainya dan sebagainya. Dengan demikian kerja keras seorang da'i belum tentu dipersepsi sebagai kebaikan oleh masyarakat mad'u, padahal persepsi mad'u terhadap da'i mempengaruhi efektifitas dakwahnya.

A. Sistem Komunikasi Interpersonal

Dalam ilmu Psikologi Komunikasi, bagaimana persepsi orang terhadap kita, atau bagaimana persepsi kita tentang orang lain dinamakan sebagai Sistem Komunikasi Interpersonal.

Manusia adalah makhluk yang berpikir dan berperasaan. Pikiran dan perasaannya menentukan persepsinya terhadap orang lain. Jika dua orang berkomunikasi maka berlangsunglah pengiriman dan penerimaan pesan berupa lambang-lambang, berbeda dengan ketika mempersepsi benda, patung misalnya, proses komunikasi itu sendiri mempengaruhi pikiran dan perasaan antar keduanya.

Perbedaan persepsi terhadap benda dengan persepsi ter­hadap manusia {interpersonal) adalah disebabkan hal-hal se­bagai berikut:

1. Terhadap benda, patung misalnya, stimuli ditangkap hanya dengan indera, sedangkan persepsi terhadap manusia, sti­muli di samping ditangkap melalui indera, juga melalui lambang-lambang verbal atau grafis yang disampaikan pihak ketiga.

2. Bila seseorang melihat benda, maka yang dilihat hanya benda itu saja, yakni sifat-sifat luarnya saja tanpa harus mempertimbangkan bagaimana perasaannya, sedang bila ia berkomunikasi dengan manusia {interpersonal) maka yang diperhatikan bukan hanya tindakan luarnya, tetapi juga memperhitungkan bagaimana perasaannya, dan apa motivasinya.

3. Ketika benda diamati ia tidak bereaksi apa pun, sedang dalam berkomunikasi dengan orang, ia pasti bereaksi, dan terjadilah saling tukar stimulus dan respon antara kedua belah pihak.

4. Benda relatif tidak berubah, sedang manusia selalu berubah.

B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi Terhadap Orang Lain

Karena manusia itu makhluk yang berpikir dan merasa, maka dalam mempersepsi orang lain pikiran dan perasaan­nya bekerja, yaitu menangkap stimuli dan mengolahnya men­jadi informasi {persepsi). Ketika mempersepsi orang lain, sekurang-kurangnya ada dua hal yang mempengaruhi persep­si, yaitu faktor situasional dan faktor personal

B.I. Faktor Situasional yang Mempengaruhi Persepsi

Faktor-faktor situasional yang mempengaruhi persepsi kepada orang lain adalah:

a. Cara menyebut sifat orang

b. Jarak

c. Gerakan Orang

d. Petunjuk Wajah

e. Bagaimana Cara Mengucapkan Lambang-lambang Verbal

f. Penampilan

B.2. Faktor Personal yang Mempengaruhi Persepsi Terhadap Orang Lain

Ada pun faktor personal yang mempengaruhi persepsi terhadap orang lain adalah pengalaman dan konsep diri.

a.Pengalaman

b.Konsep diri

Konsep diri seseorang biasanya tumbuh karena dipengaruhi oleh dua hal:

1. Dipenaruhi orang lain

2. Kelompok rujukan

c.Kualitas konsep diri

Konsep diri ada yang positif dan ada yang negatif. Jika seorang da'i memiliki konsep diri yang positif, maka ciri-cirinya adalah sebagai berikut:

1. Ia memiliki keyakinan bahwa ia mampu mengatasi masalah yang akan dihadapi. Apa pun kesulitan yang ia bayangkan, ia merasa yakin akan dapat menemukan jalan keluarnya.

2. Dalam pergaulan dengan orang banyak, ia merasa setara dengan orang lain. Ia tidak merasa rendah diri, tidak kecil hati, tidak merasa sebagai orang kampung yang ketinggalan zaman (meskipun ia berasal dari kampung), tetapi merasa sama

3. Jika suatu saat ia dipuji orang, ia tidak tersipu-sipu malu, karena ia merasa bahwa pujian itu wajar saja, sekadar mengungkapkan keberhasilan atau kelebihan yang ia miliki

4. Ia menyadari bahwa setiap orang memiliki kecenderungan yang tidak mungkin disetujui atau memuaskan seluruh masyarakat. Ia menyadari bahwa ia dapat melakukan suatu hal yang berguna dan menyenangkan orang lain, tetapi ia juga sadar bahwa tidak semua orang dapat menerima secara positif terhadap apa yang ia lakukan

5. Mampu memperbaiki diri.

Sedangkan da'i yang mempunyai konsep diri negatif, ciri-cirinya adalah sebagai berikut:

a. Peka terhadap keritik

b. Jika ia dipuji ia merasa senang, meski ia pura-pura menyembunyikan kesenangannya.

c. Ia bersikap hiperkritis.

d. Ia merasa tidak disenangi oleh orang lain

e. Ia pesimis untuk bersaing dengan orang lain.

BAB 6

HUBUNGAN ANTARA MANUSIA: DA'I—MAD'U

Salah satu ciri dakwah yang efektif adalah apabila hubungan baik antara da'i dan mad'u (hubungan interpersonal atau hubungan batin) semakin meningkat. Kedekatan hubungan antara kedua belah pihak itu boleh jadi terjadi secara alamiah karena bertemunya dua unsur yang saling membutuhkan dan saling mendukung, tapi bisa juga merupakan buah dari hasil kerja dakwah yang efektif, yakni melalui usaha keras dan lama.

A. Faktor yang Mendekatkan Hubungan Da'i dan Mad'u

Ketertarikan dan sikap positif masyarakat terhadap da'i dapat diurai faktor-faktornya sebagai berikut:

1. Ketertarikan masyarakat kepada da'i boleh jadi disebabkan karena daya pesona sang da'i, misalnya orangnya gagah, sikapnya lemah lembut dan halus budi, memiliki kemampuan membantu masyarakat dalam memecahkan problem sosial mereka, dan mampu memberikan harapan masa depan {optimisme) kepada masyarakat luas.

2. Ketertarikan itu boleh jadi karena kehadiran da'i tepat pada saat masyarakat membutuhkan kehadiran figur se­orang da'i, yakni di kala suasana psikologis sedang menunggu kehadiran seseorang yang didambakan, tiba-tiba hadir sang da'i mengisi kekosongan.

3. Hubungan batin itu terbentuk boleh jadi karena masyarakat sedang merindukan hadirnya seorang pemimpin spiritual, tiba-tiba datang seorang da'i membawa apa yang diidamkan, dan bahkan lebih. Kedekatan hubungan ba­tin antara da'i dan mad'u dalam model ketiga ini dapat dibandingkan hubungan kaum Ansor dan Muhajirin pada zaman awal Islam.

Sikap positif dan kesukaan atau ketertarikan orang kepa­da da'i dipengaruhi oleh hal-hal sebagai berikut:

1. Kesamaan karakteristik personal.

2. Kesamaan tekanan psikologis.

3. Rendahnya harga diri.

B.Pijakan psikologis Hubungan Da’i dan Mad’u

Hubungan baik antara da’i dan mad’u, sebagaimana hubungan baik antarsiapa pun tidak otomatis terjadi, tetapi membutuhkan adanya pijakan-pijakan psikologis. Hubungan baik itu dimungkinkan jika diantara kedua belah pihak terdapat hal-hal sebagai berikut:

1. Factor percaya

2. Sikap Saling Membantu

3. Sikap Terbuka

C. Model-model Hubungan Da'i dan Mad'u

Hubungan antara da'i dan mad'u, atau hubungan antara da'i dan masyarakat dapat diuraikan dengan menggunakan teori hubungan interpersonal. Dalam tinjauan ini, sekurang-kurangnya ada tiga model hubungan interpersonal yang da­pat digunakan untuk mengetahui intersitas hubungan an­tara da'i dan masyarakat, yaitu:

1. Model pertukaran sosial,

2. Model peranan,

3. Model permainan.

BAB 7

PSIKOLOGIDAKWAH MELALUI MEDIA MASSA

Ketika Islam baru datang 14 abad yang lalu, dakwah Is­lam dilakukan dengan tatap muka langsung satu persatu atau kepada sekelompok orang. Selama berabad-abad kecuali di padang Arafah setiap musim haji metode inilah yang dilakukan, dan hal itu sudah memenuhi kebutuhan, yakni menjangkau mad'u. Pada abad Ke- 19-20 mulai muncul forum dakwah dalam bentuk ceramah umum, dihadiri oleh sejumlah besar orang dan mulai menggunakan alat ban­tu, yaitu pengeras suara.

Dewasa ini, dikala globalisasi tak bisa dihindari di mana arus informasi dan kebudayaan manca negara langsung masuk ke rumah-rumah penduduk melalui media massa, padahal arus informasi dan kebudayaan asing itu menjadi saingan berat dari seruan dakwah Islam, maka dakwah mela­lui media massa meski hanya bagaikan setetes embun di tengah dinamika atau lebih tepatnya kegerahan masyarakat bumi merupakan suatu keharusan.

A.Komunikasi Mssa

Massa ialah kumpulan orang banyak, Kumpulan massa dewasa ini bisa dimaksudkan kumpulan dalam satu tempat (stadion misalnya), bisa juga berarti berkumpul secara psikologis. Jika dakwah kepada seorang atau sekelompok orang dapat dilakukan secara langsung melalui komunikasi interpersonal, maka dakwah kepada sejumlah besar orang yang tersebar di berbagai tempat harus memperhatikan prinsip-prinsip komunikasi massa. Komunikasi massa ialah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa kepada sejumlah be­sar orang. Komunikasi massa adalah jenis komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar.

Perbedaan sistem komunikasi dalam dakwah interpersonal dengan dakwah melalui media massa, secara teknis dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Jika seorang da'i ceramah di masjid, maka stimuli dakwahnya dapat diterima langsung oleh jamaah: penampilan, suara, dan isi ceramah yang disampaikan semuanya dapat diterima oleh jamaah, tetapi dakwah melalui media mas­sa, stimuli dakwah diterima masyarakat melalui media tehnis.

2. Jika seorang da'i ceramah terlalu panjang di masjid, mung­kin panitia akan menegurnya, atau hadirin akan pulang satu persatu karena protes atas ceramahnya yang menyinggung perasaan mereka. Dalam forum seperti ini antara da'i dan mad'u dapat langsung berinteraksi sosial.

3. Jika seorang da'i ceramah di dalam masjid, maka materi dakwah yang disampaikan ditujukan kepada public terbatas

B. Karakteristik Dakwah Melalui Media Komunikasi Massa

Karena perbedaan tehnis, maka komunikasi massa memiliki karakteristik psikologi yang khas, berbeda dengan komu­nikasi interpersonal. Perbedaan-perbedaan itu ialah:

1. Pada komunikasi massa, arus informasi dakwah terkendali di tangan pemberi pesan, yakni da'i, tidak dipengaruhi oleh reaksi khalayak mad'u

2. Pada komunikasi massa, reaksi mad'u sebagai umpan balik terhadap dakwah yang disampaikan hanya dilakukan melalui beberapa saluran

3. Dalam dakwah tatap muka atau interpersonal, mad'u dapat menangkap stimuli melalui seluruh alat inderanya, wajah da'i dapat terlihat, terdengar suaranya, tercium aromanya, dan bagi yang beruntung dapat bersalaman, dan merasakan kehalusan kulitnya.

4. Jika ada seorang da'i yang berkeliling mengunjungi masyarakat, maka hubungan antarmanusia di samping materi dakwah menjadi sangat penting perannya

C. Efek Komunikasi Massa

Pengaruh media massa terhadap perilaku {behaviour), menurut sebuah penelitian ternyata lebih besar dibanding terhadap aspek kognitif (pengetahuan). Oleh karena itu, efek "komunikasi massa, terutama pada lapisan masyarakat yang belum siap mental lebih banyak pada perubahan perilaku lahir, seperti gaya hidup, mode pakaian, hiburan dan sebagainya, sedikit mengubah etos kerja dan sedikit menambah ilmu pengetahuan.

Pengaruh media massa itu bisa datang dari bendanya, se­perti hadirnya TV di rumah-rumah dan kantor-kantor, bisa juga dari isi pesan yang disampaikan media itu. Kehadiran media komunikasi massa di pedesaan misalnya menimbulkan efek sosial tertentu.

BAB 8

DAKWAH PERSUASIF

Salah satu pusat perhatian Psikologi Dakwah adalah bagaimana dakwah itu bisa dilakukan secara persuasif. Efektifitas suatu kegiatan dakwah memang berhubungan dengan bagaimana mengkomunikasikan pesan dakwah itu kepada mad'u, persuasif atau tidak. Dakwah persuasif adalah pro­ses mempengaruhi mad'u dengan pendekatan psikologis, sehingga mad'u mengikuti ajakan da'i tetapi merasa sedang melakukan sesuatu atas kehendak sendiri.

A. Peluang Keberhasilan Dakwah

Keberhasilan suatu dakwah dimungkinkan oleh berbagai hal:

1. Kemungkinan pertama karena pesan dakwah yang disam-paikan oleh da'i memang relevan dengan kebutuhan masyarakat, yang merupakan satu keniscayaan yang tak mungkin ditolak, sehingga mereka menerima pesan dak­wah itu dengan antusias.

2. Kemungkinan kedua karena faktor pesona da'i

3. Kemungkinan ketiga karena kondisi psikologi masyarakat yang sedang haus siraman rohani, dan mereka terlanjur memiliki persepsi positif kepada setiap da'i

4. karena kemasan yang menarik. Masyarakat yang semula acuh tak acuh terhadap agama dan juga tehadap da'i setelah melihat paket dakwah yang diberikan.

B. Unsur-unsur Pembentuk Persuasif

Kondisi psikologis mad'u yang berbeda-beda menyebabkan tingkat pendekatan persuasif dalam berdakwah juga berbeda-beda. Namun untuk mencapai dakwah yang persua­sif jelas ada unsur yang mendukungnya.

Unsur-unsur yang menyebabkan suatu dakwah itu per­suasif atau tidak ialah:

1. Pesan Da’i

2. Memiliki kualifikasi Akademis tentang Islam

3. Memiliki konsistensi antar Amal dan Ilmunya

4. Santun dan lapang dada

5. Bersifat Pemberani

6. Tidak mengharapkan pemberian dari orang

7. Qana’ah atau Kaya Hati

8. Kemampuan berkomunikasi

9. Memiliki Rasa Percaya diri dan Rendah Hati

10. Tidak Kikir Ilmu

11. Anggun

12. Selera Tinggi

13. Memiliki Nilai Lebih

C. Mated Dakwah yang Persuasif

Kata-kata, juga dapat menyebabkan timbulnya kebencian, iri hati, dengki dan salah paham. Tak jarang, kalimat singkat dapat memicu terjadinya pertumpahan darah di antara dua orang, atau bahkan dua bangsa. Kekuatan kata-kata dalam kaitannya dengan dakwah yang persuasif, yakni kata-kata yang dapat menjadi stimuli yang merangsang respon psikologis mad'u, terletak pada jenis-jenis kekuatan sebagai:

1. Karena keindahan bahasa seperti bait-bait syair atau puisi.

2. Karena jelasnya informasi.

3. Karena logikanya yang sangat kuat.

4. Karena intonasi suara yang berwibawa.

5. Karena memberikan harapan/optimisme masa depan

6. Karena memberikan peringatan yang mencekam

7. Karena ungkapan yang penuh ibarat.

Secara psikologis, bahasa mempunyai peran yang sangat besar dalam mengendalikan perilaku manusia. Bahasa iba­rat remote control dapat menyetel manusia menjadi tertawa, sedih, marah, lunglai, semangat dan sebagainya. Bahasa juga dapat digunakan untuk memasukkan gagasan-gagasan baru ke dalam pikiran manusia.

C.I. Perkataan yang Membekas pada Jiwa {Qaulan Baligha)

Menurut Ishfihani dalam Mu’jamnya perkataan yang baligh (membekas atau tajam) mempunyai dua arti:

Pengertian Pertama:

Suatu perkataan dianggap baligh, manakala berkumpul padanya tiga sifat, (1) memiliki kebenaran dari sudut bahasa, (2) mempunyai kesesuaian dengan apa-apa yang dimaksudkan, dan (3) mengandung kebenaran secara substansil.

Pengertian kedua:

Suatu perkataan dinilai baligh jika per­kataan itu membuat lawan bicaranya terpaksa harus mempersepsi perkataan itu sama dengan apa yang dimaksudkan.

C.2. Perkataan yang Lemah Lembut (Qaulan Lay-yina)

Di samping qaulan baligha, al-Quran juga mengintrodusir istilah qaulan layyina, seperti yang tersebut dalam surat Tha-ha

!$t6ydøŒ$# 4n<Î) tböqtãöÏù ¼çm¯RÎ) 4ÓxösÛ ÇÍÌÈ Ÿwqà)sù ¼çms9 Zwöqs% $YYÍh©9 ¼ã&©#yè©9 ã©.xtFtƒ ÷rr& 4Óy´øƒs ÇÍÍÈ

43. Pergilah kamu berdua kepada Fir'aun, Sesungguhnya Dia telah melampaui batas;

44. Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, Mudah-mudahan ia ingat atau takut".

Jadi, dakwah yang sejuk dan lemah lembut ini secara persuasif cocok jika ditujukan kepada mad'u yang menduduki kekuasaan yang peka terhadap kritik. Dengan ungkapan yang lemah lembut maka teguran da'i diterima dengan senyum. Ia sadar bahwa dirinya sedang menjadi obyek nasihat atau teguran, tetapi karena lembut dan halusnya, telinganya tidak sempat memerah, sebaliknya justru tergelitik hatinya se­hingga ia dapat senyum-senyum sambil interospeksi.

C.3. Perkataan yang Ringan {Qaulan Maisura)

Kalimat maisura berasal dari kata yasr, yang artinya mudah. Qaulan maisura adalah lawan dari qaulan ma'sura, perkataan yang sulit. Sebagai bahasa komunikasi, qaulan maisura artinya per­kataan yang mudah diterima, yang ringan, yang pantas, yang tidak berliku-liku dan tidak bersayap. Dakwah dengan qaulan maisura artinya pesan yang disampaikan itu sederhana, mudah dimengerti dan dapat difahami secara spontan tanpa harus berpikir dua kali. Pesan dakwah model ini tidak memerlukan dalil naqli maupun argumen-argumen logika. Jadi, pesan dakwah qaulan maisura adalah dakwah yang lebih menunjukkan fakta dibanding kata-kata, sedikit bicara banyak bekerja, tanpa dalil tapi efeknya terasa.

Jadi, dakwah dengan pendekatan qaulan maisura harus menjadi pertimbangan jika mad'u yang dihadapi itu terdiri dari:

1. Orang tua atau kelompok orang yang merasa dituakan, yang sedang mengalami kesedihan disebabkan karena merasa kurang dihargai oleh anaknya atau oleh kelom­pok yang lebih muda.

2. Kelompok orang-orang, keluarga atau musafir yang mera­sa hak-haknya dikurangi oleh pihak lain yang lebih kuat sehingga mereka dalam kondisi batin kecewa, mendongkol, dendam atau bahkan frustrasi.

3. Masyarakat yang secara sosial berada pada lapisan terbawah di tengah sistem ekonomi di mana kemubaziran dipertontonkan kepada khalayak ramai, misalnya pesta-pesta, perlombaan rumah mewah, kendaraan mewah, hiburan mewah, dan sebagainya.

C.4. Perkataan yang Mulia (Qaulan Karima)

Dalam perspektif dakwah, maka term qaulan karima diperlukan jika dakwah itu ditujukan kepada kelompok orang yang sudah masuk kategori usia lanjut, atau dalam masyarakat kota barangkali adalah kelompok pensiunan/purnawirawan. Se­orang da'i dalam berhubungan dengan lapisan mad'u yang sudah masuk kategori usia lanjut, haruslah bersikap seperti terhadap orang tua sendiri, yakni hormat dan tidak berkata kasar kepadanya.

C.5. Perkataan yang Benar (Qaulan Sadida)

Qaulan sadida merupakan persyaratan umum suatu pesan dakwah agar dakwahnya persuasif. Ditujukan kepada siapa pun, pesan dakwah haruslah dengan perkataan yang benar. Menurut Ibnu Manzur dalam Lisan al Arab-nya, kata sadid yang dihubungkan dengan qaul (perkataan) mengandung arti mengenai sasaran (yushib al-qashda). Jadi pesan dak­wah yang secara psikologis menyentuh hati mad'u siapa pun mad'unya, adalah jika materi (pesan) yang disampaikan itu benar, baik dari segi bahasa maupun logika, dan disam­paikan dengan pijakan takwa. Menurut Fazlur Rahman, takwa adalah aksi moral yang integral. Jadi, dakwah yang benar adalah dakwah yang mempunyai bobot moral dan keluar dari orang yang bermoral.

D. Da'i Sebagai Pemimpin

Secara fungsional da'i adalah pemimpin, yakni memimpin masyarakat dalam menuju kepada jalan Tuhan. Oleh karena itu, sudah selayaknya seorang da'i memiliki sifat-sifat kepemimpinan. Secara sosiologis, seorang da'i di samping menjalankan kepemimpinan keagamaan dimungkinkan juga untuk menjalankan kepemimpinan dalam bidang-bidang lain.

D.I. Pengertian Kepemimpinan

Jadi, dalam kapasitasnya sebagai pemimpin, seorang da'i harus memiliki kemampuan untuk mempengaruhi dan menggerakkan masyarakat ke arah dinamika sosial yang terarah dan bertujuan, yakni tujuan menyebarluaskan Islam dalam kehidupan sosial. Dengan modal kepemimpinan itu maka dimungkinkan seorang da'i mempunyai jama'ah, murid atau pengikut, dan jama'ah atau pengikut itu sendiri akan mempengaruhi da'i dalam membangun konsep dirinya.

D.2. Psikologi Kepengikutan

Kualitas kepemimpinan seseorang dapat dilihat dari jumlah dan kualitas pengikutnya. Tanpa pengikut, seorang pe­mimpin tak lagi menjadi pemimpin Secara psikologis, sikap kepengikutan masyarakat dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Ada sekelompok orang (besar atau kecil) yang secara psikologis membutuhkan kehadiran seorang pemimpin di tengah-tengah mereka.

b. Ada daya pesona khusus yang dimiliki oleh seorang pemimpin, sehingga masyarakat tertarik, terpesona dan kemudian menjadi pengikutnya.

c. Ada pemimpin yang mampu merekayasa tehnik kepemimpinan dengan menggunakan metode-metode tertentu dan media tertentu (TV, koran, radio, dan se-bagainya), sehingga masyarakat tanpa sadar kemudian menjadi pengikut dari pemimpin yang pandai rekayasa sosial itu.

D.3. Jenis-jenis Kepengikutan

Masyarakat (atau seseorang) menjadi pengikut dari se­orang pemimpin disebabkan oleh jenis-jenis kepengikutan yang berbeda. sekurang-kurangnya ada lima jenis:

1. Kepengikutan Karena Naluri

2. Kepengikutan Karena Tradisi

3. Kepengikutan Karena Agama

4. Kepengikutan Karena Rasio

5. Kepengikutan Karena Peraturan dan Hukum.

1 komentar: